![]() |
RAT KSP TLM ke-XIV molor hampir 3 jam. Siswa SD-SMP dipaksa menunggu pejabat yang tak hadir. Anak-anak tampak resah dan kelelahan di lokasi acara. |
Kota Kupang,NTT,14 April 2025 —Penutup an Rapat Anggota Tahunan (RAT) ke-XIV Koperasi Simpan Pinjam TLM Indonesia yang di selenggarakan di Gedung Olahraga Oepoi Kupang menuai sorotan tajam. Acara yang dijadwalkan mulai pukul 16.00 WITA itu baru dimulai sekitar pukul 18.35 WITA. Keterlambatan yang hampir tiga jam ini menimbulkan tanda tanya besar tentang manajemen waktu penyelenggara—terlebih karena kegiatan ini turut melibatkan puluhan siswa-siswi dari jenjang SD dan SMP.
Pantauan media ini menunjukkan anak-anak hadir sejak pukul 15.00 WITA. Mereka duduk rapi di kursi yang disiapkan, mengenakan seragam sekolah, dan tampak siap menyambut tamu undangan. Namun, seiring waktu berlalu tanpa kepastian dimulainya acara, wajah-wajah ceria itu berubah menjadi letih, resah, dan bosan. Beberapa siswa terlihat menguap, bersandar ke kursi, bahkan mulai gelisah menunggu.
Yang lebih disayangkan, hingga berita ini diturunkan, dua tokoh penting yang dijadwalkan hadir—Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia serta Gubernur Nusa Tenggara Timur—belum juga hadir di lokasi acara. Keterlambatan mereka semakin memperpanjang waktu tunggu yang tidak masuk akal bagi para pelajar yang sejatinya punya hak untuk beristirahat, belajar, atau pulang ke rumah bersama keluarga.
Keterlibatan siswa-siswi dalam acara koperasi seharusnya dimaknai sebagai bentuk edukasi atau penghargaan terhadap generasi muda, bukan malah dimanfaatkan sebagai “pelengkap upacara” yang harus duduk berjam-jam demi menanti pejabat yang datang seenaknya.
KSP TLM Indonesia selama ini dikenal aktif dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi dan sosial, namun kejadian ini mencoreng citra tersebut. Publik patut mempertanyakan: Apakah acara tahunan sebesar ini tidak mampu menghargai waktu, apalagi waktu anak-anak?
Kritik terbuka ini diharapkan menjadi bahan refleksi bagi semua pihak yang terlibat, agar ke depan acara seperti ini bisa dijalankan dengan perencanaan yang lebih manusiawi dan disiplin waktu yang tegas. Terutama jika melibatkan anak-anak, yang sejatinya bukan alat seremonial, tapi masa depan bangsa yang harus dilindungi.
(kl)