Maumere, NTT,11 April 2025 – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sikka menilai Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka telah gagal total dalam menjamin hak dasar kesehatan masyarakat. Hal ini dipicu oleh krisis tenaga dokter anestesi di RSUD TC Hillers Maumere yang telah menyebabkan sedikitnya lima kematian pasien, termasuk ibu hamil dan bayi, hanya dalam empat bulan pertama tahun 2025.
Kematian demi kematian seolah menjadi kisah rutin di Kabupaten Sikka. Kasus pertama terjadi pada 3 Januari 2025 ketika MMS, ibu hamil asal Desa Tebuk, meninggal bersama bayinya. Disusul dua minggu kemudian, AP, pasien pria yang gagal dioperasi akibat ketiadaan dokter anestesi, meninggal setelah ususnya pecah. Puncaknya, pada 9 April 2025, Maria Yunita (36) asal Kelurahan Nangameting, tewas bersama janinnya usai dirujuk terlambat dari Puskesmas Beru ke RSUD TC Hillers. Saat tiba di IGD, keluarga diberi kabar bahwa tidak ada dokter anestesi. Proses rujukan pun berlangsung lamban hingga pasien akhirnya meninggal dunia.
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka menyebutkan bahwa sepanjang 2025, setidaknya lima nyawa telah melayang akibat ketiadaan dokter anestesi. Sementara itu, 62 ibu hamil dengan risiko tinggi kini terancam mengalami nasib serupa.
GMNI Sikka menyampaikan lima poin utama dalam analisis kritisnya:
1. Pelanggaran Hukum Terstruktur oleh RSUD TC Hillers Maumere
RSUD Tipe C wajib menyediakan layanan spesialis dasar, termasuk anestesi. Ketiadaan dokter anestesi selama lebih dari empat bulan adalah pelanggaran terhadap Permenkes No. 56 Tahun 2014 dan Pasal 29 serta 52 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Seharusnya, rumah sakit ditutup sementara bila tidak memenuhi standar.
2. Kegagalan Kepemimpinan Bupati Sikka
Sesuai UU No. 23 Tahun 2014, Bupati memiliki tanggung jawab menjamin fasilitas kesehatan, termasuk pengalokasian 10% APBD untuk kesehatan. Kegagalan ini berpotensi dijerat Pasal 359 KUHP karena kelalaian yang menyebabkan kematian warga.
3. Pelanggaran HAM Berat: Pembunuhan Struktural oleh Negara
Hak atas hidup dan kesehatan adalah hak dasar. Kematian Maria Yunita dan pasien lain adalah bentuk nyata dari pelanggaran Pasal 28H UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Konvensi ICESCR 1966.
4. Sistem Rujukan yang Mematikan: Birokrasi vs Nyawa Manusia
Ketiadaan SOP dan keterlambatan rujukan bertentangan dengan Permenkes No. 47 Tahun 2021 dan Pasal 35 UU No. 44 Tahun 2009. Birokrasi telah menelan korban nyawa.
5. Lemahnya Pengawasan DPRD Sikka
DPRD tidak menggunakan hak interpelasi maupun angket untuk menyoroti kekosongan dokter anestesi selama berbulan-bulan. Ini mencerminkan kelumpuhan fungsi pengawasan legislatif daerah.
TUNTUTAN GMNI CABANG SIKKA:
1. Pemenuhan Dokter Anestesi dalam 3x24 Jam
Pemerintah wajib menghadirkan dokter anestesi, bahkan jika harus dengan penugasan darurat oleh Kemenkes sesuai UU No. 36 Tahun 2009.
2. Pertanggungjawaban Direktur RSUD TC Hillers
GMNI mendesak pencopotan Direktur RSUD dan proses hukum atas kelalaiannya berdasarkan KUHP Pasal 359 dan UU Rumah Sakit Pasal 76.
3. Audit APBD Kesehatan dan Dana BLUD RSUD TC Hillers
GMNI menuntut Inspektorat dan Kejaksaan untuk melakukan audit menyeluruh dan mempublikasikan hasilnya sebagai bentuk transparansi.
4. Reformasi Sistem Rujukan Berbasis Hak
Mendesak pembentukan Command Center Rujukan Darurat NTT dan perbaikan SOP rujukan antar wilayah.
5. Dorongan Revisi APBD 2025 oleh DPRD dan Bupati Sikka
GMNI mendesak alokasi dana khusus untuk insentif dokter anestesi dan memastikan anggaran kesehatan mencapai minimal 10% dari APBD.
GMNI Cabang Sikka menolak segala bentuk pembiaran dan kepura-puraan pemerintah dalam menyikapi krisis kesehatan ini. Jika nyawa rakyat terus menjadi korban kelalaian, maka negara telah gagal menjalankan fungsinya. GMNI akan mengawal tuntutan ini hingga keadilan dan pelayanan kesehatan yang bermartabat benar-benar terwujud di Kabupaten Sikka. (***)