![]() |
Okto Naitboho, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang. (Foto: news-daring.com) |
Kota Kupang, NTT, 08 April 2025– Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang resmi meluncurkan sebuah gerakan besar yang menyasar langsung jantung aktivitas pendidikan di kota ini: Gerakan Satuan Pendidikan Hijau dan Bersih. Gerakan ini bukan sekadar upaya kosmetik atau proyek seremonial semata. Ia adalah tindak lanjut serius atas prioritas 100 hari kerja Wali Kota Kupang yang menargetkan terwujudnya kota yang bersih, hijau, dan sehat—dimulai dari tempat anak-anak belajar: sekolah.
“Sekolah itu tempat menanam nilai. Kalau lingkungannya jorok, maka nilai yang kita tanamkan juga akan susah tumbuh. Kita tidak bisa lagi biarkan sekolah-sekolah jadi tempat sampah,” tegas Okto Naitboho, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang. Pernyataan itu bukan retorika belaka. Ia disampaikan dengan nada tegas dan penuh keprihatinan, tetapi juga membawa harapan akan perubahan yang sedang digerakkan bersama.
Gerakan ini mencakup semua satuan pendidikan di bawah kewenangan dinas, dari PAUD hingga SMP dan MTs. “Kami anggap ini sebagai tanggung jawab moral. Kita ini bagian dari komunitas pendidikan, dan komunitas pendidikan harus jadi contoh, bukan pengekor,” tambah Okto.
Ada tiga langkah besar yang tengah dilakukan. Pertama, adalah penyelenggaraan lomba penulisan karya ilmiah untuk siswa SD dan MI yang menulis tentang praktik baik pengelolaan sampah di sekolah mereka. Bukan cerita fiktif, tetapi pengalaman nyata bagaimana mereka memilah sampah, mendaur ulang, dan melibatkan warga sekolah dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Langkah kedua, khusus bagi siswa SMP dan MTs, adalah lomba debat Bahasa Inggris dengan tema pengelolaan lingkungan. Lewat debat ini, para siswa tidak hanya belajar menyampaikan argumen dalam bahasa asing, tetapi juga dipicu untuk berpikir kritis dan reflektif tentang kondisi sekolah mereka sendiri.
“Anak-anak diajak berdiskusi soal sampah, soal sekolah hijau. Tapi mereka pakai Bahasa Inggris. Kita latih mereka berpikir dan berbicara dalam konteks global tapi tetap membumi,” kata Okto.
Langkah ketiga yang paling besar adalah lomba kebersihan antar sekolah, yang melibatkan kerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana (Undana). Sebanyak 13 dosen, termasuk profesor dan doktor, diturunkan menjadi tim juri. Penilaian dilakukan dalam tiga tahap: awal Mei, Juni, dan terakhir pada Juli.
“Kita sidak. Penilaiannya mendadak. Kita ingin dapat kondisi asli, bukan sekolah yang mendadak bersih karena tahu mau dinilai,” jelasnya sambil tersenyum.
Hasil dari lomba ini akan diumumkan bertepatan dengan peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia tingkat Kota Kupang pada Agustus mendatang. Ada tiga kategori penghargaan: sepuluh sekolah SD/MI dan sepuluh SMP/MTs terhijau dan terbersih, serta sepuluh sekolah yang memerlukan pendampingan khusus. Sekolah yang masuk kategori terakhir ini akan mendapat pembinaan khusus dari tim Undana agar bisa bangkit dan berkembang menjadi sekolah yang ramah lingkungan.
Untuk memperkuat gerakan ini, Dinas Pendidikan telah menerbitkan surat resmi yang mewajibkan semua kepala sekolah SD/MI dan SMP/MTs menyediakan minimal tiga jenis tempat sampah, tergantung jumlah siswa yang ada. Idealnya, kata Okto, bisa disediakan empat hingga lima set tempat sampah dengan posisi yang mudah diakses oleh siswa. Di samping itu, sekolah juga diminta memasang tanda larangan merokok dan menyediakan tempat khusus merokok bagi guru dan tamu.
“Ini bagian dari edukasi lingkungan. Kami ingin anak-anak tidak hanya belajar dari teori, tapi dari lingkungan tempat mereka berada setiap hari,” tambahnya.
Pemeriksaan dan monitoring akan dimulai tanggal 11 hingga 14 April 2025. Okto menyatakan bahwa tujuan dari pengecekan ini bukan untuk mencari-cari kesalahan, tetapi untuk memastikan bahwa semua satuan pendidikan benar-benar mengambil bagian dalam gerakan ini. “Kita ini satu gerakan, satu semangat. Pemerintah tidak bisa kerja sendiri. Semua harus terlibat,” ujarnya.
Lebih jauh, Dinas Pendidikan juga sedang menyiapkan langkah kurikuler yang akan memperkuat gerakan ini dalam jangka panjang. Mulai tahun ajaran baru 2025/2026, Pendidikan Lingkungan akan dimasukkan sebagai mata pelajaran wajib muatan lokal di jenjang SD. Dengan ini, siswa tidak hanya diajak menjaga kebersihan lewat kegiatan lomba, tapi juga memahami alasan, nilai, dan urgensi dari kepedulian terhadap lingkungan sejak dini.
Namun bagi Okto, tantangan terbesar bukan pada teknis pengelolaan sampah atau banyaknya tempat sampah. Tantangan terbesar adalah perubahan pola pikir.
“Hari ini anak-anak membuang sampah pada tempatnya karena takut dimarahi. Itu yang mau kita ubah. Kita ingin anak-anak sadar sendiri bahwa menjaga kebersihan itu bagian dari tanggung jawab. Bukan karena ada guru, bukan karena takut, tapi karena sadar,” ucapnya, penuh keyakinan.
Sasaran utama dari gerakan ini, kata Okto, adalah seluruh komunitas pendidikan: siswa, guru, kepala sekolah, bahkan orang tua. Ia ingin setiap elemen di lingkungan sekolah memiliki rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap kebersihan, bukan sekadar mengikuti perintah atau rutinitas.
“Kami ingin membentuk budaya. Bukan sekadar lomba kebersihan, tapi kesadaran kolektif. Sadar bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari membangun masa depan anak-anak kita sendiri,” ungkapnya.
Harapan besarnya, sekolah-sekolah di Kota Kupang bisa menjadi contoh bagi tempat lain. Tidak hanya di tingkat kota, tetapi bahkan provinsi dan nasional. Sekolah-sekolah yang bersih, hijau, dan sehat menjadi model hidup bagaimana pendidikan karakter bisa dimulai dari hal paling sederhana—yaitu membuang sampah pada tempatnya.
Ia menegaskan bahwa ini bukan program jangka pendek. Ini adalah perubahan budaya. Dinas Pendidikan tidak akan berhenti sampai lomba selesai atau penghargaan diberikan. Gerakan ini akan menjadi pola kerja jangka panjang dan terintegrasi dengan seluruh kebijakan pendidikan kota.
“Kita mau sekolah-sekolah di Kota Kupang jadi contoh. Bukan karena lomba, bukan karena ada juri. Tapi karena cinta. Cinta pada lingkungan. Cinta pada Kota Kupang. Kota ini bukan tempat sampah. Ini rumah kita bersama,” tutup Okto.
(kl)