![]() |
Pantauan di SMPN 5 Kota Kupang: gotong royong kebersihan belum cukup. Sekolah butuh revolusi kebersihan, edukasi sadar lingkungan, dan fasilitas pendukung. |
Kota Kupang,NTT--SMP Negeri 5 Kota Kupang dikenal dengan halaman depannya yang asri. Pohon-pohon hijau tumbuh rimbun, menghadirkan suasana teduh yang menyambut siapa saja yang datang. Dari luar, wajah SMPN 5 tampak sejuk dan tertata. Namun, kondisi berbeda terlihat di bagian belakang sekolah, yang penuh dengan rumput liar, tumpukan sampah, dan fasilitas yang butuh perhatian serius.
Dalam pantauan media ini, Selasa, 29 April 2025, siswa-siswi bersama para guru terlihat bergotong royong membersihkan halaman sekolah. Instruksi ini datang langsung dari Kepala Sekolah, Frederik Mira Tade, yang sejak minggu lalu memerintahkan agar semua warga sekolah aktif menjaga kebersihan. Setiap siswa wajib membersihkan area kelas masing-masing sebelum kegiatan belajar-mengajar dimulai.
Sistem pengelolaan sampah mulai diperkenalkan di sekolah ini, dengan pemisahan antara sampah organik, non-organik, dan limbah B3 (baterai bekas, obat-obatan, dan sejenisnya). Tempat sampah warna hijau untuk organik, kuning untuk non-organik, dan merah untuk B3 telah tersedia, walaupun masih ada keterbatasan pada ketersediaan warna yang sesuai standar.
Satgas Kebersihan pun telah dibentuk di setiap tingkat kelas. Mereka bertugas memilah sampah sebelum jam pelajaran, dengan lokasi titik kumpul masing-masing untuk kelas VII, VIII, dan IX. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa belum semua siswa sadar. Masih banyak yang membuang sampah sembarangan, dan beberapa area sekolah tampak kurang terurus, terutama di bagian belakang.
Selain masalah sampah, kamar mandi siswa menjadi sorotan. Meskipun pembersihan rutin dilakukan pagi dan siang hari, dengan jumlah siswa lebih dari 1.260 orang, kebersihan kamar mandi cepat sekali menurun. Coretan di dinding dan kondisi sanitasi yang kurang bersih masih menjadi masalah yang harus segera diatasi.
Kepala Sekolah Frederik Mira Tade mengakui tantangan besar ini. Dalam wawancara, beliau menjelaskan bahwa menjaga kebersihan sekolah tidak cukup hanya dengan gotong royong sesekali. Diperlukan revolusi kebersihan yang melibatkan perubahan budaya di kalangan siswa, guru, bahkan hingga orang tua.
"Kami tidak berhenti pada kerja bakti. Kami mendidik anak-anak untuk memilah sampah sejak dari rumah, untuk sadar bahwa menjaga kebersihan adalah bagian dari karakter bangsa," ujar Frederik Mira Tade.
Namun, keterbatasan fasilitas juga menjadi hambatan. Bak sampah perlu ditambah, pengecatan harus disesuaikan, dan kebun-kebun di sekitar sekolah yang kini menjadi sarang rumput liar harus dibersihkan secara berkala. Tanpa dukungan yang lebih besar dari Dinas Pendidikan dan orang tua siswa, upaya ini akan sulit mencapai hasil maksimal.
Sekolah seluas hampir dua hektare ini punya potensi menjadi percontohan sekolah hijau dan bersih di Kota Kupang. Namun potensi itu hanya bisa tercapai jika ada perubahan besar, bukan sekadar rutinitas kerja bakti.
- SMPN 5 butuh revolusi kebersihan:
- Edukasi yang konsisten,
- Penambahan fasilitas pendukung,
- Pengawasan lebih ketat,
- Dan perubahan budaya sadar lingkungan di seluruh warga sekolah.
Tanpa perubahan nyata, keasrian di muka sekolah akan terus bertolak belakang dengan kondisi kumuh di belakangnya. Gotong royong sudah menjadi langkah awal, tetapi untuk SMP Negeri 5 Kota Kupang benar-benar bersih dan hijau sepenuhnya, revolusi kebersihan adalah jalan satu-satunya.
(kl)