Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

5 Mahasiswa UPG 1945 Diperiksa Terkait Kasus Aprion Boru, Ketua BPH PB PGRI Kecewa APH Tolak Pendampingan

Jumat, 14 Maret 2025 | Maret 14, 2025 WIB Last Updated 2025-03-13T16:28:36Z

 

Dr. Sam Haning dan Staf


Kupang,NTT– Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Dr. Sam Hanig, SH., MH, mengutuk keras aksi pembunuhan terhadap Aprion Boru (AB) di Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak. Kasus ini kini menyeret lima mahasiswa Universitas Persatuan Guru (UPG) 1945 NTT yang masih menjalani penyelidikan di Polres Kupang Kota. Dr. Sam Hanig juga menyampaikan kekecewaannya terhadap aparat penegak hukum (APH) yang menolak pendampingan hukum bagi kelima mahasiswa tersebut.


Pernyataan ini disampaikan Dr. Sam Hanig kepada awak media pada Kamis, 14 Maret 2025, di salah satu restoran di bilangan Kota Kupang. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini motif pembunuhan terhadap Aprion Boru masih belum jelas, dan ia mengutuk keras tindakan tersebut sebagai perbuatan sadis yang tidak manusiawi.


"Kita semua sudah mendengar dan mengetahui adanya kasus pembunuhan terhadap saudara Aprion Boru. Namun, hingga sekarang kita belum tahu secara pasti apa motif pelaku hingga tega menghabisi nyawanya. Saya mengutuk keras aksi pembunuhan ini dan meminta agar kepolisian bekerja secara profesional untuk mengungkap aktor di balik kejadian ini," tegasnya.


Sebagai langkah awal, Dr. Sam Hanig mengutus seorang pimpinan Fakultas Hukum UPG 1945 NTT yang juga seorang pengacara, Marthen Dilak, untuk mendampingi kelima mahasiswa yang diperiksa oleh penyidik. Namun, ia mengungkapkan kekecewaannya karena aparat kepolisian menolak kehadiran Marthen Dilak sebagai pendamping hukum.


"Saya mendengar berita ini sekitar pukul 15.00 sore. Saya langsung meminta Pak Marthen Dilak untuk ke Polres mengecek dan mendampingi mahasiswa yang dimintai keterangan. Tujuannya jelas, untuk membantu kepolisian mengungkap motif, aktor, dan siapa pelaku utama pembunuhan yang sangat tidak manusiawi ini," ujarnya.


Namun, sesampainya di Polres Kupang Kota, Marthen Dilak disebut mengalami penolakan dari salah satu anggota polisi saat hendak bertemu dengan para mahasiswa tersebut. Hal ini dinilai bertentangan dengan aturan hukum dan prinsip pendampingan hukum yang seharusnya diberikan kepada setiap warga negara.


"Ini sangat mengecewakan. Kuasa hukum itu bisa bersifat lisan atau tertulis, tapi intinya bukan soal surat kuasa. Yang terpenting adalah mahasiswa saya mendapatkan dukungan moral dan pendampingan agar tidak ada tekanan dalam pemeriksaan. Jika mereka diperiksa tanpa pendampingan, maka ada kemungkinan fakta-fakta penyelidikan menjadi prematur dan tidak terungkap secara utuh," tegasnya.


Dr. Sam Hanig juga menyatakan keprihatinannya terhadap keterlibatan lima mahasiswa UPG 1945 NTT dalam kasus ini. Ia mendengar bahwa mereka sebelumnya berada di lokasi kejadian di Kelapa Lima dan diduga sedang minum-minum bersama sebelum peristiwa tragis itu terjadi. Namun, ia tetap menekankan pentingnya pemeriksaan yang adil dan transparan.


"Saya berharap pihak kepolisian bekerja secara profesional. Kami siap membantu, tapi tolong beri kejelasan. Saya juga meminta kelima mahasiswa saya memberikan keterangan seluas-luasnya tanpa tekanan dari siapa pun," imbuhnya.


Lebih lanjut, Dr. Sam Hanig mengajak seluruh masyarakat, khususnya di Rote Ndao dan Kota Kupang, untuk tetap tenang dan tidak membuat opini yang memperkeruh situasi. Ia menegaskan bahwa kasus ini harus diserahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum agar dapat diproses sesuai dengan aturan yang berlaku.


"Kita serahkan kasus ini kepada APH agar penyelidikan dan penyidikan berjalan dengan baik hingga bisa menetapkan tersangka utama dan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya. Saya akan terus mengawal kasus ini bersama rekan-rekan lainnya demi memastikan keadilan ditegakkan," tutupnya.(kl)