Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Sekolah di Kupang Wajibkan Iuran Rp150 Ribu, Ijazah Siswa Ditahan Jika Tak Bayar

Kamis, 06 Februari 2025 | Februari 06, 2025 WIB Last Updated 2025-02-06T01:51:08Z
 gambar ini menampilkan siswa dan orang tua yang frustrasi di depan sekolah  dengan suasana tegang terkait penahanan ijazah.


Kupang – Sejumlah Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Kupang mewajibkan setiap siswa atau orang tua untuk membayar Rp150 ribu per bulan sebagai iuran sekolah. Tak hanya menjadi beban bagi banyak keluarga, aturan tak tertulis ini juga berujung pada penahanan ijazah siswa yang belum melunasi pembayaran. Praktik ini menimbulkan polemik, terutama karena bertentangan dengan aturan yang berlaku.


Dilarang Tapi Masih Terjadi

Aturan dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 12 huruf b melarang komite sekolah melakukan pungutan dalam bentuk apa pun kepada siswa atau orang tua/wali murid. Lebih lanjut, dalam regulasi pendidikan nasional, ijazah merupakan hak siswa dan tidak boleh ditahan dengan alasan tunggakan biaya sekolah.


Namun, di beberapa sekolah di Kupang, siswa yang belum membayar iuran bulanan justru mengalami kendala saat akan mengambil ijazah setelah lulus. Seorang orang tua siswa yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keluhannya.


"Anak saya sudah lulus dari SMK sejak tahun lalu, tapi ijazahnya belum diberikan karena masih ada tunggakan beberapa bulan. Padahal, kami sudah menjelaskan kesulitan ekonomi. Tanpa ijazah, anak saya sulit mencari kerja," katanya dengan nada kecewa.


Senada dengan itu, seorang lulusan SMA di Kupang juga mengalami hal serupa. "Saya mau lanjut kuliah, tapi ijazah saya ditahan. Katanya harus lunasi dulu iuran yang belum dibayar selama kelas 12. Saya bingung karena orang tua saya hanya buruh harian," ungkapnya.


Pihak Sekolah: "Dana Tidak Cukup, Terpaksa Minta Sumbangan"


Dari pihak sekolah, beberapa kepala sekolah mengakui adanya iuran tersebut, namun berdalih bahwa hal ini dilakukan untuk menutupi biaya operasional yang tidak tercover oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).


"Kami tidak bermaksud membebani orang tua, tapi dana BOS tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan, terutama di SMK yang butuh alat praktik. Kami hanya meminta partisipasi orang tua," ujar salah satu kepala sekolah di Kupang.


Namun, pernyataan ini bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Jika sumbangan benar-benar sukarela, seharusnya tidak ada jumlah yang ditentukan dan ijazah siswa tidak boleh ditahan hanya karena belum membayar.


Praktik Ilegal, Apa Sanksinya?


Penahanan ijazah karena tunggakan biaya termasuk pelanggaran serius dalam dunia pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah menegaskan bahwa sekolah tidak boleh menahan ijazah siswa karena alasan apa pun, termasuk alasan keuangan.


Jika terbukti melakukan praktik ini, sekolah bisa dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran, pencabutan izin operasional, hingga sanksi pidana jika terbukti melakukan pungutan liar.


Solusi: Sekolah Harus Transparan, Pemerintah Harus Bertindak Untuk menghindari polemik berkepanjangan, ada beberapa solusi yang dapat dilakukan:


1. Sekolah Harus Transparan dalam Penggunaan Dana Sekolah wajib mengelola dana BOS secara transparan dan memastikan anggaran mencukupi untuk kebutuhan utama. Jika dana tidak cukup, harus ada pembahasan terbuka dengan komite sekolah dan orang tua siswa.


2. Penggalangan Dana Secara Sukarela Jika sekolah membutuhkan dana tambahan, sebaiknya dilakukan dengan cara sumbangan sukarela, tanpa jumlah yang ditentukan dan tanpa ancaman penahanan ijazah.


3. Kerja Sama dengan Pihak Ketiga Sekolah dapat bekerja sama dengan perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendukung kebutuhan pendidikan.


4. Pengawasan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan


Pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan harus lebih aktif dalam mengawasi kebijakan sekolah agar tidak ada lagi kasus penahanan ijazah atau pungutan liar yang membebani orang tua siswa.


Jika praktik ini terus dibiarkan, banyak siswa yang akan kesulitan melanjutkan pendidikan atau mencari pekerjaan karena tidak memiliki ijazah. Pemerintah harus segera turun tangan untuk memastikan hak pendidikan setiap anak tetap terjamin tanpa membebani keluarga mereka.(Tim Liputan)