![]() |
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi NTT, Dr. Sam Haning, SH, MH, C.Me, C.PArb, |
Kupang, 11 Februari 2025 – Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi NTT, Dr. Sam Haning, SH, MH, C.Me, C.PArb, menegaskan bahwa guru tidak boleh dizalimi tanpa bukti yang jelas. Menyikapi isu yang berkembang terkait Plt Kepala SMK 2, ia menilai bahwa tuduhan penyalahgunaan dana dan rekrutmen guru honorer tanpa izin masih sebatas rumor yang belum terbukti kebenarannya.
Menurutnya, jika ada dugaan pelanggaran keuangan, maka Inspektorat harus turun tangan. Namun, jika menyangkut kebijakan sekolah, maka hal itu menjadi ranah DPRD untuk melakukan pengawasan.
“Bagaimana mungkin 2.300 siswa hanya diajar oleh guru yang jumlahnya tidak mencukupi? Ini bukan mencerdaskan kehidupan bangsa, melainkan pembodohan,” tegasnya.
Ia juga meminta Kepala Dinas Pendidikan NTT agar tidak terpengaruh tekanan politik atau kepentingan tertentu dalam mencabut jabatan Plt Kepala Sekolah. Sebagai Ketua PGRI, ia menegaskan akan memberikan rekomendasi kepada Gubernur NTT agar kepala sekolah yang memiliki kualifikasi dan inovasi diangkat sebagai pejabat definitif.
Isu Penyalahgunaan Dana dan Perekrutan Guru Honorer
Terkait isu yang berkembang di media tentang Plt Kepala SMK 2, Dr. Sam Haning menjelaskan bahwa awalnya tuduhan hanya terkait perekrutan guru honorer tanpa izin dari Dinas. Namun, isu tersebut kemudian melebar dengan tuduhan penyalahgunaan dana komite hingga dugaan kehilangan uang di brankas sekolah.
Ia menilai bahwa rekrutmen guru honorer dilakukan karena kebutuhan mendesak. Banyak guru honorer yang sebelumnya mengajar di SMK 2 tidak lagi melanjutkan kontrak karena telah lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau alasan lainnya.
“Jika kekurangan guru tidak segera diatasi, maka siswa yang dirugikan. Jadi, keputusan Plt Kepala SMK 2 merekrut guru baru adalah langkah yang benar, hanya saja kurang koordinasi dengan Dinas. Hal ini seharusnya cukup diselesaikan dengan pembinaan, bukan dengan sanksi yang berlebihan,” paparnya.
PGRI NTT Minta Kepala Dinas Bertindak Bijak
Dr. Sam Haning juga mengkritisi cara penyelesaian masalah ini yang dinilainya tidak bijaksana. Menurutnya, seharusnya Kepala Dinas Pendidikan tidak mencampuradukkan isu keuangan dengan kebijakan rekrutmen guru.
“Plt Kepala SMK 2 tetap menjalankan tugasnya sebagai guru sekaligus kepala sekolah sebagai bentuk pengabdian. Ia hanya berusaha memastikan proses belajar-mengajar tetap berjalan baik. Jika ada kesalahan koordinasi, itu bisa dibina, bukan langsung dijadikan polemik,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar kepala dinas tidak membiarkan pihak ketiga atau kelompok tertentu memanfaatkan isu ini untuk kepentingan politik.
“Kami di PGRI melihat ada cara-cara kepemimpinan yang arogan di balik polemik ini. Jangan sampai ada kepentingan terselubung yang justru merusak sistem pendidikan di NTT,” tandasnya.
Sebagai langkah penyelesaian, ia meminta agar kepala sekolah yang memiliki kualifikasi dan inovasi segera ditetapkan sebagai pejabat definitif, bukan hanya sekadar Plt, agar sistem manajerial sekolah bisa berjalan lebih baik.(kl)