Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Dari Cagar Alam ke Taman Nasional: Transformasi Mutis Timau Picu Pro-Kontra

Selasa, 04 Februari 2025 | Februari 04, 2025 WIB Last Updated 2025-02-04T11:51:10Z
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTT, Ir. Arief Mahmud/foto: news-daring.com


Kupang – Sejak 8 September 2024, status Cagar Alam Mutis Timau resmi berubah menjadi Taman Nasional Mutis Timau. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 946 Tahun 2024, yang mengubah status kawasan dari hutan lindung dan cagar alam menjadi taman nasional. Perubahan ini berdampak pada tiga kabupaten di Nusa Tenggara Timur, yaitu Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Timor Tengah Utara, dengan luas total 78.789 hektare.


Keputusan ini menuai berbagai reaksi. Pemerintah dan sejumlah pihak menilai perubahan status ini akan meningkatkan perlindungan lingkungan sekaligus membuka peluang ekonomi berbasis ekowisata. Namun, sebagian komunitas adat dan pemerhati lingkungan justru menganggapnya sebagai langkah mundur, yang berpotensi mengancam ekosistem dan mengabaikan hak masyarakat adat.


Mengapa Status Mutis Timau Diubah?

Menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTT, Ir. Arief Mahmud, perubahan status ini dilakukan untuk mengakomodasi berbagai aktivitas yang selama ini dilakukan masyarakat di kawasan Mutis Timau, tetapi terbatas oleh aturan cagar alam.


“Dalam terminologi Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, tidak ada istilah penurunan fungsi. Justru dengan perubahan ini, aktivitas masyarakat seperti pengambilan madu, kayu bakar, pemanfaatan air, penggembalaan ternak, dan ritual budaya dapat dilakukan dalam aturan yang jelas,” ujar Arief, Selasa (4/1/2025).


Dijelaskan bahwa dalam status cagar alam, akses masyarakat sangat terbatas dan hanya diperbolehkan untuk penelitian dan pendidikan. Dengan perubahan menjadi taman nasional, masyarakat kini bisa berpartisipasi dalam kegiatan berbasis ekowisata dan pemanfaatan sumber daya secara terbatas, asalkan tetap dalam prinsip konservasi.


Keuntungan Perubahan Status


🔹 Perlindungan Tetap Utama, tetapi Lebih Fleksibel

Kawasan tetap berstatus konservasi, tetapi memungkinkan pariwisata berbasis ekowisata yang bisa meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat.


🔹 Akses Publik Lebih Terbuka

Jika sebelumnya tertutup bagi wisatawan, kini Mutis Timau bisa dikunjungi dalam batas yang ditentukan, sehingga lebih banyak orang dapat memahami pentingnya konservasi.


🔹 Peluang Ekonomi bagi Masyarakat Lokal

Wisata alam, edukasi lingkungan, dan kegiatan ekowisata bisa dikembangkan, membuka peluang kerja dan peningkatan ekonomi bagi warga sekitar.


🔹 Peran Masyarakat Lokal Lebih Besar

Masyarakat adat dapat terlibat dalam pengelolaan kawasan, menjadi pemandu wisata, menjalankan program edukasi, atau turut serta dalam konservasi ekosistem.


Tantangan dan Kritik

Meski menawarkan banyak manfaat, perubahan status ini juga menimbulkan pertanyaan besar di kalangan komunitas adat dan aktivis lingkungan.


- Kurangnya Dialog dengan Tokoh Adat

Sejumlah pihak menilai perubahan ini dilakukan tanpa musyawarah mendalam dengan masyarakat adat yang telah lama menjaga kawasan Mutis Timau.


- Kekhawatiran Eksploitasi Sumber Daya Alam

Ada kecurigaan bahwa perubahan ini bisa membuka celah bagi aktivitas ekonomi yang lebih luas, termasuk potensi eksploitasi bahan galian berupa logam berharga.


- Potensi Kerusakan Ekosistem

Peningkatan kunjungan wisata bisa membawa dampak negatif, seperti kerusakan vegetasi, gangguan satwa liar, dan meningkatnya sampah jika tidak dikelola dengan baik.


Terkait kekhawatiran tersebut, Arief Mahmud menegaskan bahwa pihaknya siap berdialog dengan semua pihak untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang perubahan ini.


 "Kami tidak ingin ada kesalahpahaman. Taman nasional ini bukan ancaman, melainkan peluang bagi masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian alam sambil mendapatkan manfaat ekonomi dan sosial,” katanya.


Masa Depan Mutis Timau

Dengan segala pro dan kontra yang muncul, keberhasilan Taman Nasional Mutis Timau akan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait mengelola kawasan ini secara berkelanjutan. Apakah transformasi ini akan menjadi solusi ideal bagi konservasi dan kesejahteraan masyarakat, atau justru membuka celah bagi eksploitasi? (kl) 


Waktu yang akan menjawab.