Newsdaring-Kupang – Harapan tenaga kependidikan (tendik) honorer untuk diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tampaknya masih menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan. Meski telah bertahun-tahun mendampingi operasional sekolah dengan dedikasi tinggi, nasib mereka kerap terhambat oleh satu syarat administratif: Surat Keputusan (SK) dari Bupati atau Walikota.
Ironisnya, guru honorer yang hanya memiliki SK dari kepala sekolah justru mendapatkan peluang lebih besar untuk diangkat melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Perbedaan perlakuan ini memicu tanya: di mana letak keadilan bagi tenaga kependidikan yang menjadi roda penting di balik kelancaran proses pendidikan?
"Kami Bukan Hanya Pelengkap"
Seorang tenaga kependidikan honorer di sebuah sekolah negeri yang telah mengabdi selama 15 tahun mengungkapkan kekecewaannya.
"Kami sudah bekerja keras, bahkan sering mengisi kekosongan peran ketika sekolah kekurangan tenaga. Namun, karena tidak memiliki SK Bupati, kami dianggap tidak layak diangkat menjadi ASN. Padahal, pengabdian kami sama seperti guru-guru honorer yang kini memiliki jalur PPPK," ujarnya.
Regulasi yang mengharuskan SK Bupati atau Walikota sebagai syarat administrasi untuk diangkat menjadi ASN dinilai diskriminatif. Sebab, tidak semua tenaga kependidikan memiliki akses untuk mendapatkan SK tersebut. Padahal, mereka telah lama menjadi bagian dari sistem pendidikan yang tidak terpisahkan.
Menurut pengamat kebijakan publik, perbedaan perlakuan ini mencerminkan adanya prioritas yang belum menyentuh semua pihak yang berkontribusi pada sektor pendidikan.
"Pemerintah harus mengevaluasi ulang aturan ini. Jika guru honorer mendapat solusi melalui PPPK, mengapa tidak ada langkah serupa untuk tenaga kependidikan yang sama-sama mendukung pendidikan di lapangan?" kata seorang pakar.
Ketidakadilan ini mendesak adanya langkah konkret dari pemerintah daerah dan pusat. Penyederhanaan syarat administratif, pengakuan terhadap masa pengabdian, hingga pengembangan jalur khusus seperti PPPK bagi tenaga kependidikan adalah beberapa solusi yang perlu dipertimbangkan.
Tenaga kependidikan bukan sekadar pelengkap dalam sistem pendidikan. Mereka adalah fondasi penting yang mendukung kelangsungan proses belajar-mengajar. Sudah saatnya pemerintah membuka mata dan memberikan keadilan yang sama bagi seluruh pengabdi pendidikan, tanpa membedakan profesi mereka.
Tanggapan MenPAN RB
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB), Rini Widyantini, menegaskan komitmennya dalam menata tenaga honorer secara menyeluruh. Dalam rangka program 100 hari Kabinet Merah Putih, penataan tenaga honorer menjadi salah satu prioritas utama. Rini menekankan bahwa tujuan dari penataan ini adalah untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan memastikan pendapatan tenaga honorer tetap terjamin.
Rini juga menyatakan bahwa penataan tenaga honorer akan dilakukan melalui mekanisme seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) 2023. Pemerintah berkomitmen untuk segera mengangkat tenaga honorer menjadi PPPK dengan tetap mengikuti aturan yang berlaku.
Lebih lanjut, Rini menegaskan bahwa penataan tenaga honorer akan dilakukan tanpa menambah beban anggaran negara. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses penataan dapat berjalan efisien dan tidak membebani keuangan negara.
Dengan demikian, Rini Widyantini berkomitmen untuk memastikan penataan tenaga honorer dilakukan secara adil dan transparan, memberikan kesempatan yang setara bagi mereka untuk diangkat menjadi PPPK, tanpa mengabaikan hak-hak yang telah mereka peroleh selama ini. (kl)