Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Hak PT Krisrama atas Tanah HGU Nangahale: Perspektif Hukum dan HAM

Minggu, 22 Desember 2024 | Desember 22, 2024 WIB Last Updated 2024-12-22T07:24:38Z
Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya Surabaya


Oleh: Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya Surabaya


Newsdaring-Setelah perjalanan panjang, penyelesaian sengketa tanah HGU Nangahale mencapai titik final. Tanah yang semula dikelola oleh gereja untuk mendukung keberlangsungan calon imam, kini secara sah diakui sebagai milik PT Krisrama. Hal ini ditandai dengan penerbitan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi NTT atas nama PT Krisrama.


"Secara konstitutif dan deklaratif, PT Krisrama adalah badan hukum privat yang diberi hak oleh negara untuk menguasai dan menggarap tanah tersebut selama sekian puluh tahun sesuai peruntukannya," tulis penulis.


Perdebatan muncul setelah beberapa warga diduga memasuki, menggarap, serta merusak barang milik PT Krisrama di tanah tersebut. Tindakan ini dinilai melawan hukum dan mendorong PT Krisrama melaporkan mereka ke Polres Sikka. Delapan warga kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.


Pembelaan hukum terhadap para tersangka dipimpin oleh JB, yang mengajukan praperadilan atas nama hak asasi manusia (HAM) dan klaim masyarakat adat. Namun, menurut penulis, "Ketika kita memperjuangkan hak asasi manusia, maka tidak boleh melanggar hak asasi orang lain atau badan hukum privat lainnya."


Hakim praperadilan di Pengadilan Negeri Maumere akhirnya menolak gugatan tersebut. Polres Sikka dianggap telah bertindak sesuai dengan hukum, mengingat adanya bukti permulaan yang cukup untuk menahan para tersangka.


Penulis juga menyoroti bahwa klaim masyarakat adat oleh JB dan tim hukumnya tidak berdasar. "Para tersangka ini adalah 'person,' bukan bagian dari masyarakat adat," tegasnya. BPN Provinsi NTT pun memperkuat argumen ini dengan menyatakan tidak ada peraturan daerah atau kebijakan pemerintah yang mengakui warga Nangahale sebagai masyarakat adat.


Sebagai penutup, penulis menyarankan agar perjuangan atas nama HAM di kasus ini dihentikan. "Berhentilah berjuang atas nama HAM yang sejatinya tanah tersebut bukan milik warga dan terutama masyarakat adat," tulisnya. Penulis mengingatkan bahwa legalitas PT Krisrama atas tanah HGU Nangahale telah diakui oleh hukum dan tidak dapat diganggu gugat.


Dengan ini, penulis mengajak semua pihak untuk menghormati hukum dan menghindari upaya yang tidak berdasar dalam menyelesaikan sengketa tanah di Nangahale.