Gambar ini dirancang untuk merefleksikan hubungan antara pemerintah, pelayanan publik, dan masyarakat. |
Opini oleh ; Pemazmur Jalanan
Newsdaring-Permintaan anggota DPR RI Benny K. Harman agar kepolisian menghentikan perpanjangan SIM dan STNK seolah-olah hadir sebagai pembela rakyat. Namun, apakah wacana ini benar-benar lahir dari pemikiran matang demi kepentingan nasional, atau sekadar strategi populis untuk mencari perhatian?
Pertama, kita harus mempertanyakan urgensi usulan ini. Kewajiban perpanjangan SIM dan STNK bukan sekadar formalitas administratif, melainkan alat penting untuk memastikan pengawasan dan akuntabilitas dalam lalu lintas serta registrasi kendaraan. Dengan menghapus kewajiban ini, bagaimana negara akan memantau data kendaraan yang digunakan di jalan raya? Apakah keselamatan pengendara, ketertiban lalu lintas, dan penegakan hukum akan tetap terjamin?
Kedua, dalam narasi nasionalisme, tanggung jawab warga negara terhadap administrasi seperti perpanjangan SIM dan STNK adalah kontribusi langsung untuk pembangunan. Biaya yang dibayarkan seharusnya dialokasikan untuk infrastruktur jalan, keselamatan transportasi, dan pelayanan publik. Jika kewajiban ini dihapus, apakah ada skema alternatif yang mampu menjamin sumber pendapatan negara untuk sektor transportasi tetap terjaga? Ataukah justru ini menjadi celah baru untuk mengundang kekacauan birokrasi?
Ketiga, jika wacana ini benar-benar demi rakyat, mengapa tidak fokus pada solusi nyata yang lebih substansial? Misalnya:
Digitalisasi dan Efisiensi: Permudah prosedur perpanjangan agar transparan, cepat, dan hemat biaya.
Evaluasi dan Reformasi Biaya: Hapus pungutan liar dan pastikan biaya perpanjangan digunakan secara optimal untuk kepentingan publik.
Keadilan bagi Rakyat Kecil: Berikan subsidi atau penghapusan biaya bagi masyarakat kurang mampu tanpa mengorbankan sistem yang sudah ada.
Permintaan Benny K. Harman terkesan hanya memanfaatkan keresahan rakyat tanpa menyentuh akar persoalan. Alih-alih menjadi solusi, usulan ini justru berpotensi melemahkan sistem administrasi dan pengawasan negara.
DPR RI seharusnya menjadi pilar kebijakan strategis yang memikirkan dampak jangka panjang, bukan sekadar mengumbar wacana bombastis tanpa dasar. Rakyat Indonesia membutuhkan perwakilan yang fokus pada perbaikan sistem, bukan sensasi politik. Jangan jadikan isu ini sebagai ajang pencitraan sementara, tetapi gunakan momentum untuk mengawal reformasi administrasi dan pelayanan publik yang benar-benar berpihak pada bangsa dan rakyat!