ilustrasi yang menggambarkan banteng terkulai di hadapan seorang ratu. Gambar ini menonjolkan simbolisme kekalahan dan dominasi. |
Opini : oleh Pemasmur Jalan.
Newsdaring--Pilkada 2024 seharusnya menjadi panggung pembuktian bagi PDI-P, partai yang selama ini identik dengan dominasi di berbagai daerah, terutama di wilayah "kandang banteng" seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, realitas politik berbicara lain. Di tengah sorotan publik, PDI-P justru mengalami kekalahan memalukan di basis tradisionalnya, menggiring munculnya istilah "Banteng Terkulai di Tangan Ratu."
Sebagai simbol kekuatan partai, Megawati Soekarnoputri—dikenal sebagai “Ratu” yang memimpin PDI-P dengan tangan besi—kini menghadapi tantangan terbesar dalam karier politiknya. Kekalahan ini bukan sekadar tentang kalah-menang dalam perebutan suara, tetapi sebuah pesan kuat bahwa narasi perjuangan kerakyatan partai ini mulai kehilangan daya tariknya di mata rakyat.
Bukan tanpa alasan, kekalahan PDI-P mencerminkan sejumlah retakan dalam strategi dan kepemimpinan. Dinasti politik yang dibangun di berbagai daerah atas nama kaderisasi justru dianggap sebagai simbol elitisme baru. Retorika "partai wong cilik" kini terasa hampa, ketika figur-figur yang diusung lebih sering tampil sebagai teknokrat atau tokoh yang tak memiliki keterkaitan emosional dengan basis massa.
Di sisi lain, partai-partai oposisi dan tokoh-tokoh lokal yang sebelumnya dianggap lemah justru bangkit, menawarkan harapan baru yang lebih segar. Mereka membaca keresahan rakyat dengan baik, menyelipkan isu-isu lokal yang konkret dibandingkan janji besar yang abstrak. Hasilnya, suara yang dulu menjadi milik PDI-P berpindah tangan tanpa perlawanan berarti.
Jika istilah “Banteng Terkulai di Tangan Ratu” terus menggema, itu menjadi simbol dari erosi kepercayaan publik terhadap kepemimpinan yang selama ini tak tergoyahkan. Bagi PDI-P, ini adalah peringatan bahwa loyalitas rakyat tidak bisa dianggap remeh. Partai ini harus melakukan introspeksi besar-besaran, bukan hanya dalam memilih pemimpin lokal, tetapi juga dalam mendefinisikan ulang arah perjuangan politiknya.
Megawati dan PDI-P kini berada di persimpangan. Apakah mereka akan kembali berdiri dengan gagah atau terus terpuruk dalam narasi kegagalan, hanya waktu yang akan menjawab. Yang jelas, "banteng terkulai" adalah tanda bahwa kepercayaan rakyat bukan lagi sekadar warisan, tetapi harus terus diperjuangkan setiap waktu.