Di sebuah desa kecil, hidup seekor ayam jantan yang selalu berkokok lantang setiap pagi. Ayam ini yakin bahwa setiap kali ia berkokok, matahari terbit karena suaranya. Ketika waktu pemilihan pemimpin kandang tiba, ia ikut mencalonkan diri. Namun, para ayam lainnya memilih seekor itik yang lebih tenang dan bijaksana.
Ayam jantan itu tidak terima kekalahannya. Ia mulai berkeliling ke setiap kandang, menemui anjing penjaga, kambing di kandang sebelah, bahkan pergi ke petani. Ia terus mengeluh, "Ini tidak adil! Saya lebih kuat dan suara saya lebih keras. Pemilihan ini pasti curang!"
Namun, setiap hewan hanya mengangguk tanpa banyak tanggapan. Mereka bosan dengan ocehannya. Ayam jantan bahkan melapor ke elang di hutan, memintanya turun tangan untuk "mengusut keadilan". Elang hanya tertawa, "Kekuasaan tidak bisa diraih hanya dengan kokokanmu, Ayam. Itu harus didukung oleh mereka yang ingin dipimpin."
Meski sudah melapor ke sana kemari, ayam jantan tetap tidak mendapatkan kekuasaan. Yang ada, ia kehilangan rasa hormat dari ayam lain. Sekarang, setiap kali ia berkokok, bukan matahari yang disambut, tapi tawa ayam-ayam lain yang mengingat perjuangan sia-sianya.
Ayam jantan yang kalah tetapi terus mengeluh seperti ini mirip dengan hyena yang terus berputar mengelilingi singa, berharap mendapatkan sisa-sisa tanpa usaha nyata. Banyak suara, tapi sedikit tindakan.