Foto istimewa |
Newsdaring-Kupang – Aliansi Akar Rumput, yang terdiri dari PMKRI, IPF, dan masyarakat Namosain, menyampaikan empat poin penting terkait kekecewaan mereka terhadap DPRD Kota Kupang dan PT NAM. Pernyataan tersebut diterima redaksi melalui pesan WhatsApp pada Jumat, 27 Desember 2024.
Aliansi menyoroti kegagalan PT NAM dalam merealisasikan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin, 16 Desember 2024. Dalam RDP, PT NAM melalui kuasa hukumnya, Fransisco Besi, telah berjanji membuka akses jalan selebar 2 meter dan membongkar pagar dalam waktu satu minggu. Namun, hingga kini, pagar tersebut masih berdiri kokoh, dan akses jalan menuju pantai tetap tertutup.
Berikut empat poin utama yang ditekankan oleh Aliansi Akar Rumput:
1. Kekecewaan terhadap DPRD Kota Kupang
Aliansi menilai DPRD tidak menindaklanjuti hasil RDP yang telah disepakati, sehingga PT NAM merasa bebas mengabaikan kesepakatan tersebut.
2. Kritik terhadap kuasa hukum PT NAM
Kuasa hukum PT NAM dianggap tidak memiliki integritas karena gagal menepati janji yang dibuat saat RDP untuk membuka akses jalan bagi masyarakat.
3. Rencana mencari forum yang lebih terhormat
Karena merasa tidak mendapatkan keadilan di forum RDP, Aliansi berencana membawa masalah ini ke forum lain yang dianggap lebih efektif.
4. Seruan untuk doa bersama
Aliansi mengajak jemaat Gereja Shekina Kavod dan masyarakat Namosain untuk bernazar dan berdoa. Mereka meminta kejelasan dari Tuhan apakah jalan tersebut benar milik PT NAM atau milik publik. Jika milik publik, mereka memohon agar Tuhan mengetuk hati pemilik PT NAM untuk merelakan jalan tersebut demi masyarakat.
Koordinator Lapangan Aliansi, Yido Manao, menegaskan bahwa DPRD Kota Kupang gagal menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat.
"DPRD Kota ini tidak punya taring di hadapan pengusaha. Jika DPRD hanya asal omong tanpa ada realisasi, itu sama saja menunjukkan bahwa mereka ompong," ujar Yido.
Selain itu, Aliansi juga mengecam sikap PT NAM yang dianggap mengabaikan kepentingan masyarakat Namosain. Jalan menuju pantai tersebut sangat penting karena menjadi akses utama untuk aktivitas makan meting dan menyandarkan kapal, terutama saat musim paceklik.
Melalui komunikasi via WhatsApp, salah satu anggota DPRD Kota menyatakan bahwa mereka bukan Aparat Penegak Hukum (APH) dan meminta masyarakat menyelesaikan masalah ini sendiri. Pernyataan ini dianggap sebagai bentuk pelepasan tanggung jawab DPRD Kota Kupang.
Aliansi meminta DPRD Kota untuk menjaga martabatnya dengan mengambil langkah konkret agar PT NAM segera membuka akses jalan. Jika tidak, mereka akan terus memperjuangkan hak masyarakat di forum lain.(kl)