Newsdaring-Maumere – Proyek Instalasi Kota Kecamatan (IKK) Nita, yang dijanjikan menjadi solusi kebutuhan air bersih warga Desa Bloro dan Ladogahar, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, kini bak harapan yang dikubur hidup-hidup. Dengan nilai proyek mencapai Rp3,5 miliar lebih, mangkraknya pembangunan ini membuat warga mendesak Kejaksaan Negeri Sikka untuk segera turun tangan menyelidiki dugaan korupsi di balik proyek tersebut.
Empat bak penampung air berdiri seperti bangunan tanpa jiwa, kosong, dan tak berfungsi. Jaringan perpipaan hanya terpasang sebagian, sementara reservoar, captering, dan mesin pompa air belum juga rampung. Aktivitas proyek lenyap begitu saja, menyisakan kekecewaan mendalam di hati warga.
Ketidakadilan yang Menyiksa Warga. Lukas, warga Desa Ladogahar, hanya bisa mengeluhkan ironi yang ia dan tetangganya alami. Setiap minggu, mereka harus merogoh kantong hingga Rp200 ribu untuk membeli air dari mobil tangki. Ketika hujan turun, mereka bergegas menadah air, seolah menggantungkan hidup pada belas kasih alam, bukan negara yang seharusnya hadir untuk mereka.
“Kami sangat membutuhkan air bersih. Proyek ini seharusnya membantu kami, tapi sekarang berhenti tanpa kabar. Kami minta kejaksaan segera usut tuntas dugaan korupsi di proyek ini,” seru Lukas dengan nada penuh harap bercampur amarah.
Janji yang Mengendap di Lumpur. Proyek ini pernah menjadi simbol harapan. Namun, waktu bergulir tanpa hasil, menjadikan janji itu seperti ilusi di tengah padang tandus. Bagi warga Nita, proyek IKK bukan hanya gagal, tetapi telah mencederai martabat mereka sebagai rakyat kecil yang terus-menerus diabaikan.
“Saya tidak habis pikir, bagaimana proyek sebesar ini bisa mangkrak. Apakah kami ini tidak dianggap layak untuk hidup dengan air bersih?” ujar Lukas dengan getir.
Harapan yang Tertinggal di Puing-puing Proyek. Kini, warga hanya bisa mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Mereka menuntut keadilan atas dugaan penyimpangan yang telah mengorbankan hak mereka.
“Jika ada yang bermain dengan dana proyek ini, mereka harus bertanggung jawab. Kami sudah cukup menderita,” tambah Lukas.
Di desa-desa itu, proyek mangkrak bukan sekadar bangunan yang tak selesai, melainkan pengingat pahit bahwa hidup mereka dipertaruhkan oleh segelintir oknum yang abai. Bukan lagi sekadar hujan, yang mereka tunggu kini adalah tindakan nyata: keadilan yang mengalir, seperti air yang telah lama dijanjikan tetapi tak pernah sampai.(AC)