Frans Rasi Pemilik SHM No 150 dan Ferdy Dethan Kuasa Hukum (dasi merah) |
Newsdaring-Kupang-Diduga ada Kongkalikong antara YH,AH dan Oknum Bank NTT yang telah merugikan Frans Rasi, warga Niukbaun, Amarasi Barat, Kabupaten dengan memanipulasi surat pernyataan penyerahan agunan tampak di verifikasi lanjut oleh oknum Bank NTT. Dugaan pemalsuan ini terkuak saat 11 orang pegawai Bank NTT cabang Pembantu Walikota mendatangi kediaman Frans Rasi untuk menagih tunggakan atas nama jaminan agunan SHM yang ada di Bank NTT sejak tahun 2018.
Frans Rasi pun dampingi kuasa hukumnya Ferdy Dethan mendatangi POLDA NTT melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263, yang terjadi di Jl. S.K. Lerik No.01 (PT. BPD NTT Cabang Pembantu Walikota), Pada tanggal 20 April 2018, dengan terlapor atas nama YH dan anaknya AH. pada, Selasa, 05/11/2024.
Dugaan pemalsuan surat dan tanda tangan ini diketahui setelah ada penagihan tunggakan oleh Bank NTT ke rumah pelapor atas jaminan SHM nomor 150, dengan Luas tanah 1,500 meter persegi, SU No: 68/ Niukbaun/2002 yang terletak di Desa Niukbaun, kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang.
"Kejadiannya bahwa telah terjadi dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat dan Pemalsuan Tanda Tangan yang dilakukan oleh para terlapor. Kejadian berawal ketika, Korban menjaminkan sertifikat tanah Asli miliknya dengan SHM nomor 150, Luas tanah 1,570 meter persegi, SU No: 68/ Niukbaun/2002 yang terletak di Desa Niukbaun, kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, pada KSP TLM Cabang Baun pada tahun 2016 untuk melakukan pinjaman sebesar Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Namun kredit tersebut macet sehingga korban menceritakan perihal Kemacetan kreditnya itu kepada terlapor YH. Mendengar cerita tersebut terlapor berjanji kepada korban untuk mencari tau informasi tentang macetnya kredit korban tersebut" Ujar Ferdy Dethan.
Lanjut Ferdy. Namun tidak sekedar mencari tau saja, terlapor malah melunasi kredit macet korban tanpa sepengetahuan korban yang saat itu hutang korban pada KSP TLM Cabang Baun tersisa kurang lebih Rp. 5.000.000. (Lima juta rupiah). Setelah melunasi dan mengambil sertifikat tanah milik korban tersebut, baru lah terlapor memberitahukan kepada korban dan mengatakan kepada korban jika ingin mengambil kembali sertifikat tanah milik korban yang sudah dilunasi dan dalam penguasaannya, korban harus membayar Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) kepada terlapor. Mengetahui hal itu korban menelpon anak korban (Alm.) Saldam Rassi yang berada di Jakarta untuk membantu membayar uang kepada terlapor, namun dalam pembicaraan via telepon dengan anak korban tersebut, anak korban mengatakan bahwa ia sudah membayar uang sejumlah Rp. 15.0000.000 (lima belas juta rupiah) kepada terlapor sesuai permintaan terlapor untuk menggantikan uang milik terlapor pada saat melunasi hutang milik korban di KSP TLM cabang BAUN.
Pelapor pun sudah berulangkali mendatangi terlapor untuk mengembalikan SHM yang telah di tebus dari KSP TLM namun terlapor selalu beralasan masih mencari karena dia lupa di mana ia simpan.
"Setelah mendengar dan mengetahui hal tersebut korban mendatangi terlapor di rumahnya untuk meminta kembali sertifikat tanah milik korban tersebut karena uang milik terlapor telah digantikan oleh anak korban. Namun terlapor beralasan lupa tempat dimana ia menyimpan sertifikat tanah tersebut sehingga terlapor meminta korban agar kembali kerumah dan akan memberitahukan dan mengembalikan sertifikat tanah milik korban tersebut setelah terlapor menemukannya. Korban terus mengupayakan pengembalian sertifikat tanah miliknya tersebut dari pengusaan terlapor secara berulang kali namun terlapor selalu memberikan alasan yang sama. Kemudian pada tahun 2019 korban di datangi 11 (sebelas) orang dari pihak Bank NTT cabang pembantu walikota memberitahukan kepada korban bahwa sertifikat tanah yang dalam penguasaan terlapor tersebut telah dijadikan barang anggunan peminjaman atas nama terlapor AH (Anak kandung terlapor) YH dengan pinjaman sebesar Rp. 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan mengalami keterlambatan pembayaran" Ungkap Pengacara Kondang ini.
Menurut Kuasa Hukum,Ferdy Dethan,atas informasi yang didapatkan korban dari pihak Bank NTT tersebut, korban mendatangi Para terlapor bersama seorang keluarga korban yang merupakan anggota TNI dan meminta berkas peminjaman yang dilakukan para terlapor sehingga korban menemukan berkas/dokumen SURAT KUASA MENJAMINKAN tanggal 20 April 2018 dimana isi surat serta tanda tangan korban dalam surat tersebut diduga adalah palsu/dipalsukan karena korban tidak pernah menandatangani surat tersebut dan surat tersebut juga ditanda tangani tidak disertai materai yang berlaku pada saal itu. Atas kejadian ini korban datang melapor ke kantor SPKT Polda NTT Guna dilakukan proses penyelidikan lebih lanjut.
Pada kesempatan itu, Frans Rasi berharap SHM-nya di kembalikan tanpa dibebanin apa pun, sedangkan untuk proses hukum dirinya menyerahkan ke kuasa hukumnya untuk di proses sesuai dengan UU yang berlaku.
Ferdy mengatakan, ada kejanggalan dalam persoalan ini, mengingat bahwa pihak Bank NTT tiba-tiba menagih kliennya. Sebelumnya terjadi pinjam meminjam aturannya pihak Bank NTT harusnya melakukan pemeriksaan lokasi sebelum terjadi pinjam meminjam apa lagi jaminannya di Kabupaten Kupang. "Bank NTT tidak pernah melakukan survei lokasi, kok tiba-tiba datang tagi klien saya, ini kan penipuan".
Kuasa Hukum,Ferdy Dethan juga menegaskan bahwa,hal tersebut merupakan kejahatan dan adanya daya upaya untuk menguasai sertifikat klien saya dengan melakukan pemalsuan surat dan tanda tangan klien saya. Sehingga saya minta kasus tersebut di proses secara hukum yang berlaku pada penyidik Kepolisian Polda NTT dan para terlapor serta pihak-pihak yang terkait didalamnya termasuk yang turut serta wajib hukumnya di proses secara tuntas dan di beri hukuman yang seberat-beratnya. Terkait dengan terlapor satu mahasiswa tetapi sudah belajar menipu, dan ayahnya sebagai terlapor dua merupakan seorang ASN/Pol PP berani menipu masyarakat yang pengetahuannya minim, sehingga ini merupakan tindak pidana dan pelanggaran HAM sesuai dengan pasal 28 H ayat 4 UUD 1945 yang mengatakan bahwa, setiap orang punya hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh di ambil alih sewenang-wenang oleh siapapun, sehingga selain dugaan pemalsuan surat dan tanda tangan, dugaan penipuan dan penggelapan dan juga ada pelanggarn Ham berat. Maka saya pastikan semua yang terlibat akan dituntut baik oknum Bank NTT maupun oknum KSP TLM diberikan sangsi yang tegas dan bila memungkinkan di pecat saja dengan tidak hormat karena masih banyak orang yang jujur yang masih mau bekerja di Republik ini karena yang tidak jujur ini penyakit bawaan yang sulit di atur oleh SOP". (kl)