Oleh Marinus Gaharpung Dosen Fakultas Hukum Ubaya Surabaya |
Newsdaring-Sikka - Adanya Undang Undang No. 11 Tahun 2020 diperbaharui No. 6 Tauun 2023 tentang Cipta Kerja menunjukkan komitmen pemerintah meningkatkan investasi.
Banyak keluhan terhadap pelaksanaan investasi misalnya masih kental adanya KKN kaitan perizinan, biaya untuk mendapat izin relatif mahal, proses perizinan berbelit belit sehingga berimplikasi ketidakpastian soal waktu serta biaya bagi calon investor untuk mendapat izin berusaha. Oleh karena itu, pemerintah bertekad untuk mengubah mindset pelayanan terpadu satu atap menjadi pelayanan terpadu satu pintu dengan tujuan mempermudah calon investor mendapatkan izin berusaha di daerah.
Untuk itu, pemerintah provinsi kabupaten dan kota diwajibkan membuat rencana tata ruang wilayah (RTRW). RTRW adalah wujud susunan dari suatu tempat kedudukan yang berdimensi luas dan isi dengan memperhatikan struktur dan pola dari tempat tersebut.
Tata ruang wilayah perlu memperhatikan struktur dan pola dari sebuah tempat berdasarkan sumber daya alam dan buatan yang tersedia, serta aspek administratif dan aspek fungsional. Hal ini berguna untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan demi kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
Disamping itu, ada kewajiban kabupaten dan kota membuat rencana detail tata ruang wilayah (RDTRW).
RDTRW merupakan rencana terperinci mengenai tata ruang wilayah kota atau kabupaten yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kota atau kabupaten.
Pemerintah Kabupaten Sikka, harus mempersiapkan RTRW berdasarkan peraturan daerah dan RDTRW dengan peraturan bupati. RTRW dan RDTRW wajib hukumnya mendapatkan persetujuan substansi dari Kementrian Investasi. Dan, 1 bulan setelah mendapat persetujuan substansi, maka bupati walikota wajib menetapkan rancangan perbup RDTRW. Jika lewat 1 bulan ternyata rancangan perbup belum disahkan menjadi perbup RDTRW, maka semua urusan perizinan melalui pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Investasi.
Pemkab Sikka jika komit menerapkan perizinan berusaha, maka wajib persiapkan RTRW dan RDTRW yang sudah mendapat persetujuan substansi dari Kementrian Investasi sehingga pemerintah pusat akan mengintegrasikan RDTRW Sikka ke dalam sistem OSS agar mempermudah setiap pelaku usaha berinvestasi di Sikka Dan, jika ingin menegakkan Perda RTRW dan Perbup RDTRW harus transparan, terbuka tidak melanggar asas ketidakberpihakan kepastian hukum serta legitimate expectation (pengharapan yang pasti) dari pemerintah.
Tindakan hukum dan faktual yang dilakukan Pj Bupati Sikka dengan menghentikan aktivitas Cv. Bengkunis Jaya menjadi pelajaran yang sangat berharga, bahwa sebelum melakukan tindakan hukum perlu dilakukan pengkajian secara matang komprehensif dengan memperhatikan peraturan perundang undangan dan AUPB agar tidak terkesan tebang pilih sewenang wenang serta melampaui wewenang dalam menegakkan peraturan perizinan. Jika Pemkab Sikka mengatakan Cv. Bengkunis Jaya melanggar RDTRW, pertanyaannya apakah Perbup No. 12 tahun 2023 tentang RDTW Pemkab Sikka sudah mendapatkan persetujuan substansi Pemerintah pusat dan sudah terintegrasi dengan OSS? Jika belum terpenuhi lalu atas dasar apa Pj Bupati Sikka mengeluarkan SK Penghentian aktivitas pasar wuring yang sejatinya Cv. Bengkunis sudah memiliki NIB yang dikeluarkan Kementrian Investasi dan belum dibatalkan oleh Menteri Investasi?
Sebaliknya, katakan saja Perbup RDTRW Sikka sudah ada persetujuan substansi pemerintah pusat dan terintegrasi melalui OSS apakah Surat Pj Bupati tersebut memenuhi asas asas umum pemerintahan yang baik?
Faktanya hamparan sepanjang pinggir pantai dari Geliting Kewapante menuju Wuring ada perumahan, kafe hotel tidak dihentikan usahanya atau direkomendasikan agar dicabut SHM atau SHGB perumahan, cafe serta hotel yang dikeluarkan Badan Pertanahan Sikka, kok tega teganya Cv. Bengkunis yang menjadi sasaran tembak?
Apakah ini wujud pemerintahan yang fair. Luar biasa "drama" tata kelola administrasi Pemerintahan Pemkab Sikka yang dinahkodai Pj Bupati Sikka, Alvin Parera.
Oleh Marinus Gaharpung Dosen Fakultas Hukum Ubaya SurabayaOleh Marinus Gaharpung Dosen Fakultas Hukum Ubaya Surabaya