OPINI Oleh : Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya dan Lawyer di Surabaya |
Newsdaring- Sikka- Ada satu asas yang sudah sangat familier di telinga publik yakni fiksi hukum. Orang dianggap tahu ketika hukum itu disahkan dan diundangkan untuk diketahui melalui berita negara atau berita daerah.
Ada lagi asas legalitas bahwa seseorang dinyatakan melakukan kejahatan atau pelanggaran harus ada peraturannya sebelum peristiwa hukum tersebut dilakukan seseorang atau korporasi. Kejaksaan dan kepolisian ada kewenangan yudikatif dan administratif sehingga dalam kejadian tertentu wajib pula tunduk pada prinsip hukum administrasi dan Undang Undang No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Berbicara keputusan pejabat atau badan tata usaha negara harus memenuhi aspek individual jelas orang/ masyarakat yang diberi Keputusan. Konkrik, akibat hukum yang riil berupa kerugian yang dialami individu atau masyarakat akibat adanya keputusan pejabat tun. Final, keputusan tersebut tidak memerlukan persetujuan atasan dari pejabat yang membuat keputusan. Keputusan pejabat atau badan tun dinyatakan sah harus memenuhi aspek wewenang, substansi dan prosedur.
Wewenang artinya pejabat yang membuat keputusan harus memiliki wewenang berdasar peraturan agar tidak melewati batas waktu kewenangan misalnya menjabat sebagai bupati sampai 10 November 2023, maka pejabat tidak boleh buat keputusan di atas tanggal 10 November 2023.
Batas wilayah, pejabat bupati misalnya tidak boleh buat keputuhan diluar teritori kekuasaannya. Cakupan materi, artinya pejabat tersebut tidak boleh membuat keputusan yang bukan kewenangannya. Misalnya Penjabat Bupati seturut Permendagri No. 4 tahun 2023 Pasal 15 dijelaskan bahwa penjabat bupati dilarang mutasi ASN dan membuat keputusan yang bertentangan dengan pejabat bupati sebelumnya.
Ada pengecualiannya harus mendapat rekomendasi dari menteri yang mengangkatnya yakni Kementrian Dalam Negeri. Jika penjabat tetap membuat keputusan yang bertentangan dengan Permendagri maka disebut bertindak diluar cakupan wewenangnya.
Wewenang pejabat atau badan tun dilarang melakukan tindakan sewenang wenang, melampaui wewenang serta mencampuradukan wewenang. Aspek substansi artinya keputusan pejabat atau badan tun harus berdasarkan peraturan perundangan dan asas asas umum pemerintahan yang baik. Serta aspek prosedur keputusan tun harus melalui prosedur yang diatur dalam peraturan.
Contoh kasus, seorang pengusaha ada surat panggilan kejaksaan sebagai saksi dalam dugaan penggelapan dana 5 miliar pembangunan rumah sakit X yang menguntungkan dirinya, korporasi sehingga mengakibatkan kerugian negara melanggar Tindak Tindak pidana korupsi tanpa ada pasal ayat undang undangnya.
Dari aspek substansi surat panggilan dikeluarkan Kejaksaan, maka pengusaha tersebut atau kuasa hukumnya tidak perlu memenuhi panggilan kejaksaan karena surat tersebut melanggar aspek aspek substansi tanpa dasar hukum yang jelas.
Akibat dari surat panggilan kejaksaan tidak sah atau tindakan sewenang wenang. Tidak mengikat saat ditanda tangan atau dapat dibatalkan oleh pejabat ysng menerbitian surat panggilan rersebut atau dapat digugat pembatalannya melalui pengadilan.
Contoh kasus lainnya, ada pelaku usaha mikro sudah mendapat NIB sebagai legalitas berusaha dari kementrian investasi tanggal 10 November 2022.
Karena usahanya kategori risiko rendah (Pasal 6 UU Cipta Kerja). Penjabat bupati kabupaten X mengeluarkan Keputusan kepada pelaku usaha perihal pemghentian aktivitas usahanya karena melanggar undang undang peraturan, pemerintah pasal ayat sehingga harus dihentikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah atau rencana detail tata ruang wilayah kabupaten tersebut tanpa menerapkan pasal ayat dari perda atau perbup tahun dan nomornya.
"Atas surat penjabat tersebut adalah tindakan sewenang wenang dan melanggar aspek subtansi berupa peraturan perundangan dan asas umum pemerintahan yang baik yakni keterbukaan dan kepastian hukum. Atas surat keputusan yang demikian tidak melahirkan akibat hukum karena tidak sah artinya sejak ditandatangani surat tersebut tidak punya kekuatan mengikat.
Dan, atau dapat dibatalkan oleh penjabat bupati (asas contrarius actus) atau oleh pengusaha tersebut digugat ke Pengadilan tata usaha negara dalam petitumnya memohon agar keputusan penjabat tersebut dinyatakan tidak sah atau batal serta meminta agar pejabat yang memerbitkan mencabut surat keputusan karena PTUN tidak ada jurusita pengadilan.