JANGAN CEPAT MENGHAKIMI
Oleh: Wenseslaus Wege, S.Fil
Dari Bukit Makmur, Kutai Timur
Fenomena krisis dokter anestesi di Nian Tanah Sikka mengundang perhatian dari berbagai penjuru. Dari para pengambil kebijakan, para legislator, hingga masyarakat kecil yang berteduh di pondok saat hujan lebat membasahi bumi. Suami-suami yang gelisah memikirkan istri mereka yang tengah berbadan dua. Para pemerhati dan pencinta Nian Tanah. Forum-forum diskusi di media sosial maupun ruang-ruang formal. Bahkan isu ini menggema hingga ke tingkat Kementerian Kesehatan.
Semua pusing... dan terus pusing.
Bupati, dengan segala jaringan yang dimilikinya, telah berusaha membangun koordinasi dan komunikasi. Lewat WhatsApp, lewat telepon. Tapi hasilnya selalu menggantung pada dua kata: "akan dan nanti". Dua kata sembilan huruf yang justru menjadi sumber kemarahan dan saling menyalahkan, ketika seorang ibu dan bayinya tak tertolong—hanya karena tidak ada dokter anestesi di RSUD dr. T. C. Hillers Maumere.
Lalu muncul pertanyaan: Siapa yang harus bertanggung jawab?
Gelombang saling menyalahkan pun datang. Ada yang menyebut manajemen rumah sakit tidak becus. Ada yang menuding dua mantan dokter anestesi yang pernah bertugas di sana. Tapi sesungguhnya, yang paling bertanggung jawab adalah pemimpin Sikka saat ini.
Seorang pemimpin seharusnya seperti induk ayam—yang membesarkan sayapnya ketika anak-anaknya diterpa badai. Ia harus seperti seorang ibu—yang mendekap erat bayinya kala kedinginan. Bukan malah lepas tangan dan membiarkan rakyatnya menanggung derita sendiri.
Jangan kita buru-buru menghakimi para dokter anestesi yang pernah bertugas di RSUD dr. T. C. Hillers. Kita tidak pernah benar-benar tahu tekanan dan dilema yang mereka hadapi.
Stephen R. Covey, penulis, pembicara, dan konsultan manajemen dari Amerika Serikat, dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, mengajarkan:
"Seek first to understand, then to be understood."
— Berusahalah memahami dulu, sebelum kita menilai dan merespons.
Epanggawan dan mohon maaf, para pemimpin Nian Tanah.
Lopa Moro.