![]() |
mantan Ketua Cabang PMII Kota Bogor periode 2023–2024, Tri Rahman Yusuf |
Bogor-Menanggapi kisruh politik yang tengah memanas di Kabupaten Ende, mantan Ketua Cabang PMII Kota Bogor periode 2023–2024, Tri Rahman Yusuf, memberikan pernyataan tegas mengenai peran dan posisi tim sukses dalam dinamika pemerintahan daerah. Rabu, 9 April 2025.
Menurut Tri, situasi politik Ende belakangan ini menunjukkan indikasi yang tidak sehat, terutama dengan adanya dugaan intervensi tim sukses dalam pengambilan kebijakan oleh kepala daerah.
Ia menilai, sejak Bupati Tote Badeoda dan Wakil Bupati Dominikus M. Mere memimpin Kabupaten Ende, seharusnya tim sukses dapat memahami batas kewenangan dan menempatkan diri secara bijak.
“Tim sukses harus tahu diri. Tugas mereka selesai ketika pasangan calon yang mereka dukung telah menang dan dilantik. Setelah itu, semua kebijakan harus didasarkan pada visi-misi yang tertuang dalam RPJMD, bukan atas dasar kepentingan kelompok pendukung,” tegas Tri Rahman saat dihubungi oleh Media Ini pada Sabtu (12/4).
Tri menjelaskan bahwa secara normatif, tim sukses kepala daerah dalam hal ini kelompok yang berada di sekitar Deo Do—tidak memiliki kewenangan formal dalam pengambilan keputusan publik.
“Kepala daerah dipilih untuk menjalankan amanat rakyat melalui RPJMD dan regulasi yang berlaku. Intervensi dari pihak luar, termasuk tim sukses, sangat berbahaya karena bisa menggeser orientasi pembangunan dari rakyat ke kepentingan pribadi atau kelompok,” ujarnya.
Ia juga menyoroti adanya potensi “balas jasa politik” yang kerap terjadi usai pilkada. Fenomena ini, menurutnya, membuka celah bagi masuknya kelompok-kelompok tertentu ke dalam lingkaran kekuasaan demi kepentingan ekonomi dan politik.
“Jika orang-orang yang merasa berjasa dalam kemenangan kepala daerah kemudian mendikte kebijakan, ini jelas menyimpang dari prinsip transparansi dan akuntabilitas. Yang lebih parah, hal ini bisa membuka jalan bagi praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme),” lanjut Tri.
Tri Rahman menilai bahwa penguasaan akses terhadap proyek pemerintah oleh pihak-pihak tertentu yang dekat secara politik bisa menjadi awal dari rusaknya tatanan demokrasi lokal.
Ia bahkan menyebut kondisi ini sebagai bentuk konsolidasi politik yang bersifat vulgar dan manipulatif.
“Konsolidasi yang terlalu vulgar bisa jadi bentuk tekanan terhadap kepala daerah dan DPRD agar mengikuti skenario kelompok tertentu. Ini menciptakan konflik antar lembaga dan mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah,” katanya.
Ia menegaskan, jika situasi ini terus dibiarkan, maka Kabupaten Ende berisiko mengalami stagnasi pembangunan akibat keputusan-keputusan yang tidak berdasarkan pada kebutuhan rakyat secara menyeluruh.
“Fenomena dan dinamika hari ini di Ende dapat disimpulkan adalah terlalu besarnya pengaruh tim sukses yang merasa berjasa terhadap setiap langkah yang akan diambil oleh kepala daerah. Ini merusak fondasi demokrasi lokal dan mencederai prinsip pemerintahan yang inklusif,” pungkas Tri Rahman menutup pernyataannya. (***)