Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Menanam Harapan: Warga Belo dan CIRMA Tanam 300 Pohon untuk Keadilan Iklim

Sabtu, 15 Maret 2025 | Maret 15, 2025 WIB Last Updated 2025-03-15T05:35:41Z
Yayasan CIRMA bersama Stasiun Klimatologi Kelas II NTT menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Foto: news-daring.com


Kupang,NTT, 13 Maret 2025 –  Yayasan CIRMA bersama Stasiun Klimatologi Kelas II NTT menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) sebagai bentuk komitmen bersama dalam mendorong aksi iklim bagi petani kecil di wilayah Timur Barat yang mencakup Kota Kupang hingga Malaka.


Kesepakatan ini mencakup program Sekolah Lapang Iklim, konservasi air, dan tanah, yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan petani kecil terhadap perubahan iklim. Program ini akan berlangsung selama tiga tahun dengan target pendampingan 6.000 petani kecil agar lebih adaptif dalam menghadapi dampak iklim ekstrem.


Direktur Yayasan CIRMA, John Mangu Ladjar, S. Sos, menjelaskan bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis dalam memperjuangkan keadilan iklim, terutama bagi kelompok petani kecil yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.


"Kami ingin memastikan bahwa petani kecil memiliki akses terhadap informasi iklim yang akurat, memahami cara mengelola air dan tanah secara berkelanjutan, serta memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan cuaca yang tidak menentu," ujar John.


Menurutnya, petani kecil sering kali menjadi korban dari perubahan iklim, karena minimnya akses terhadap informasi cuaca dan keterbatasan teknologi dalam pertanian.


"Ketidakpastian iklim sering kali membuat petani mengalami gagal panen. Oleh karena itu, melalui Sekolah Lapang Iklim ini, petani akan mendapatkan edukasi terkait cuaca, pola tanam yang lebih adaptif, serta teknik konservasi air dan tanah untuk mempertahankan produktivitas pertanian mereka," tambahnya.


John menegaskan bahwa program ini juga akan mendorong kesadaran komunitas dalam menjaga lingkungan dan memperkuat keterlibatan masyarakat dalam upaya mitigasi perubahan iklim.


"Kami ingin membangun kesadaran bahwa aksi iklim harus dimulai dari komunitas itu sendiri. Petani adalah pihak yang paling terdampak oleh perubahan iklim, maka mereka juga harus menjadi bagian dari solusi," tegasnya.


Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II NTT, Rahmattulloh Adji, SP, menegaskan bahwa inisiatif ini akan membantu petani dalam memahami pola iklim yang semakin tidak menentu.


"Melalui Sekolah Lapang Iklim, kami akan memberikan edukasi berbasis data cuaca dan iklim. Ini penting agar petani bisa menyesuaikan waktu tanam dan sistem pertanian mereka dengan lebih baik," jelasnya.


Menurutnya, perubahan pola cuaca yang ekstrem membuat petani semakin kesulitan memprediksi waktu tanam yang ideal. Oleh karena itu, Sekolah Lapang Iklim akan membekali petani dengan pengetahuan tentang prediksi cuaca berbasis data klimatologi yang lebih akurat.


Selain itu, Rahmattulloh juga menyoroti pentingnya konservasi air dan tanah sebagai bagian dari strategi adaptasi iklim.


"Kita harus memastikan bahwa sumber daya air dan tanah tetap lestari. Jika tidak dikelola dengan baik, maka dampak perubahan iklim akan semakin memperburuk kondisi pertanian," tambahnya.


Ia berharap, dengan adanya program ini, petani tidak hanya memiliki pemahaman lebih baik tentang cuaca dan iklim, tetapi juga mampu menerapkan teknik pertanian yang lebih berkelanjutan.


Sekretaris Lurah Belo, Deni Pati, menyampaikan apresiasi terhadap kerja sama ini dan berharap program ini bisa memberikan manfaat nyata bagi petani kecil di wilayahnya.


"Ini adalah langkah besar bagi petani kecil di Belo dan sekitarnya. Dengan pengetahuan yang lebih baik tentang iklim dan konservasi, mereka bisa meningkatkan hasil pertanian sekaligus menjaga lingkungan," katanya.


Deni juga menyoroti bahwa aksi ini akan membantu menciptakan ekosistem pertanian yang lebih tangguh dalam menghadapi perubahan iklim.


"Selain meningkatkan hasil panen, program ini juga bisa membantu petani dalam menjaga ketersediaan air dan kesuburan tanah agar pertanian tetap berkelanjutan," tambahnya.


Tokoh masyarakat Belo, M.S. Bantulu, menegaskan bahwa masyarakat setempat perlu berperan aktif dalam menjaga kelestarian alam dan mempertahankan produktivitas pertanian.


"Kami ingin memastikan bahwa tanah tetap subur dan air tetap tersedia untuk generasi mendatang. Ini bukan hanya tentang pertanian hari ini, tetapi juga tentang masa depan anak cucu kita," katanya.


Ia juga berharap agar program ini dapat terus berjalan dan menjadi contoh bagi komunitas lain dalam menerapkan pertanian yang lebih ramah lingkungan.


"Kami ingin masyarakat semakin sadar akan pentingnya merawat lingkungan. Jika kita menjaga alam, maka alam juga akan memberikan manfaat yang besar bagi kita," tambahnya.


Menutup acara, John Mangu Ladjar menegaskan bahwa MoU ini bukan sekadar kesepakatan formal, tetapi merupakan langkah konkret dalam mewujudkan aksi iklim berbasis komunitas.


"Kami tidak hanya menandatangani MoU, tetapi benar-benar akan bekerja bersama masyarakat untuk mewujudkan aksi iklim yang berdampak. Jika petani kecil bisa bertahan di tengah perubahan iklim, maka kita telah melakukan sesuatu yang berarti bagi keadilan iklim," ujarnya.


Ia juga mengingatkan pentingnya dukungan semua pihak dalam menjaga keberlanjutan program ini.


"Kami mengajak semua elemen masyarakat, pemerintah, dan komunitas petani untuk bersama-sama memastikan bahwa aksi ini bisa terus berjalan dan memberikan manfaat jangka panjang," pungkasnya.


Dengan adanya MoU ini, diharapkan petani kecil di Timur Barat dapat lebih siap menghadapi tantangan iklim, menjaga kelestarian lingkungan, dan memastikan keberlanjutan pertanian demi masa depan yang lebih baik.(kl)