Masuk

Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Sengketa Tanah Nangahale Memanas, Kuasa Hukum PT. Krisrama: “Klaim Hak Ulayat Tidak Berdasar Hukum!”

Kamis, 13 Februari 2025 | Februari 13, 2025 WIB Last Updated 2025-02-13T14:24:34Z

Foto Istimewa


Sikka, 13 Februari 2025 – Sengketa lahan di Nangahale, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali mencuat setelah sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai masyarakat adat Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut mengklaim tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang saat ini dikelola oleh PT. Krisrama sebagai bagian dari hak ulayat mereka. Namun, kuasa hukum PT. Krisrama, Petrus Selestinus, membantah keras klaim tersebut dan menyebutnya tidak memiliki dasar hukum.


Petrus, yang juga Advokat Perekat Nusantara dan Koordinator TPDI, menegaskan bahwa klaim hak ulayat ini tidak sesuai dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang mengatur bahwa hak ulayat hanya diakui jika keberadaan masyarakat hukum adat tersebut nyata dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Faktanya, selama lebih dari 100 tahun lahan HGU Nangahale dikelola secara sah tanpa ada gugatan. Mengapa baru sekarang muncul klaim ini?” ujar Petrus dalam keterangannya.


Menurutnya, sejak tahun 1912, lahan tersebut telah dikelola oleh perusahaan dengan legal standing yang jelas. Bahkan, sejak negara secara resmi menerbitkan HGU untuk PT. Krisrama pada 20 Juli 2023, tidak ada catatan gugatan yang sah terkait kepemilikan tanah.


Petrus memaparkan serangkaian fakta sejarah dan peristiwa hukum yang memperkuat hak PT. Krisrama atas lahan Nangahale, antara lain:

  • 1926: Amsterdam Soenda Compagni menjual Perkebunan Nangahale (1.438 hektare) kepada Apostholishe Vicariaad van de Klaine Soenda Ellanden.
  • 1956: Vikariat Apostolik Ende mendapat persetujuan Pemerintah Swapraja Sikka untuk mengembalikan sebagian tanah konsesi Nangahale (783 hektare).
  • 1979: Setelah Undang-Undang Pokok Agraria berlaku, Keuskupan Agung Ende mengajukan permohonan Hak Guna Usaha (HGU).
  • 20 Juli 2023: Negara secara resmi menerbitkan HGU untuk PT. Krisrama seluas 3.258.620 meter persegi.


Petrus menyoroti bahwa kelompok yang mengaku sebagai pemilik hak ulayat tidak memiliki bukti fisik maupun yuridis.


“Mereka tidak terdaftar sebagai pemegang hak ulayat di Kantor Pertanahan Sikka, tidak memiliki catatan sejarah pengelolaan lahan, dan tidak pernah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah tersebut,” tegasnya.


Karena itu, ia menyebut kelompok ini sebagai "Organisasi Tanpa Bentuk (OTB)" yang tidak memiliki kejelasan hukum.


Selain membantah klaim hak ulayat, Petrus juga meluruskan narasi yang menyebut adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan penggusuran warga oleh pihak Gereja.


Tidak ada penggusuran, tidak ada pelanggaran HAM. Negara telah memberikan HGU ini melalui proses panjang dan kajian ketat. PT. Krisrama juga tidak boleh menyerahkan pemanfaatan lahan HGU kepada pihak lain kecuali sesuai peraturan yang berlaku,” tegasnya.


Sengketa ini masih menjadi sorotan publik dan menuntut penyelesaian yang berlandaskan hukum dan keadilan. Keabsahan hak atas tanah harus ditentukan berdasarkan bukti konkret, bukan klaim sepihak yang tidak berdasar.(***)